Sejarah Suku Ilimano ~ Orang Ilimano berdiam di sekitar daerah berlembah-lembah, antara Gunung Kuri (1350 meter) dan Gunung Maneo (517 meter) dekat pantai utara pulau Timor. Masyarakat ini sekarang bermukim di kampung-kampung seperti weua, wehau, Hatumeta dan Wealik, yang semuanya terletak dekat pantai utara. Sebagian lagi tinggal di Museun, Terassu dan Watrade yang terletak di daerah pegunungan. Jumlah populasinya sekitar 900 jiwa.
Lingkungan alam pemukiman mereka berbukit kering dan berbatu-batu terjal. Sebagian permukaan tanah itu kadang terdiri dari batu kapur yang dilapisi tanah tipis tempat tumbuh alang-alang dan asam liar. Namun suku bangsa ini masih mampu mengembangkan perladangan dengan tanaman pokok ubi, talas, jagung, pisang, kelapa, pepaya, petai cina, mangga, kenari, dan sebagainya. Meniru kebiasaan suku-suku bangsa lain disekitarnya, masyarakat ini juga memelihara ternak, seperti kambing, biri-biri, babi, kerbau dan kuda. Pada zaman dulu mereka masih sempat berburu untuk memperoleh daging rusa.
Orang Ilimano memakai bahasa sendiri yang disebut bahasa Dadua. Menilik kosa kata dan struktur kebahasaannya maka bahasa ini nampaknya masih ada hubungan dengan bahasa Tetun (Belu). Orang Ilimano menyebut diri mereka sebagai keturunan Raja Gunung (aran huhun), pemimpin yang menguasai pegunungan Kuri.
Pada awalnya mereka tinggal di gua-gua batu dan hidup dari perburuan. Pakaian mereka terbuat dari kulit kayu, lelaki memakai lahat (cawat) dan perempuan memakai sabulu (kain penutup). Mereka membuat api dengan cara memantik batu api dan menangkap kembang apinya dengan bulu enau, diperoleh dari Gunung Lilu. Setelah berhubungan dengan masyarakat lain mereka mulai membuat rumah dari pohon bambu dan diberi atap ilalang, daun enau atau akadiru (lontar). Mata pencaharian mereka mulai berkembang menjadi perladangan dan pemeliharaan ternak, dan yang dekat dengan pantai menangkap ikan dengan tombak dan panah.
Kekerabatan, Kekeluargaan, dan Kemasyarakatan Suku IlimanoLingkungan alam pemukiman mereka berbukit kering dan berbatu-batu terjal. Sebagian permukaan tanah itu kadang terdiri dari batu kapur yang dilapisi tanah tipis tempat tumbuh alang-alang dan asam liar. Namun suku bangsa ini masih mampu mengembangkan perladangan dengan tanaman pokok ubi, talas, jagung, pisang, kelapa, pepaya, petai cina, mangga, kenari, dan sebagainya. Meniru kebiasaan suku-suku bangsa lain disekitarnya, masyarakat ini juga memelihara ternak, seperti kambing, biri-biri, babi, kerbau dan kuda. Pada zaman dulu mereka masih sempat berburu untuk memperoleh daging rusa.
Orang Ilimano memakai bahasa sendiri yang disebut bahasa Dadua. Menilik kosa kata dan struktur kebahasaannya maka bahasa ini nampaknya masih ada hubungan dengan bahasa Tetun (Belu). Orang Ilimano menyebut diri mereka sebagai keturunan Raja Gunung (aran huhun), pemimpin yang menguasai pegunungan Kuri.
Pada awalnya mereka tinggal di gua-gua batu dan hidup dari perburuan. Pakaian mereka terbuat dari kulit kayu, lelaki memakai lahat (cawat) dan perempuan memakai sabulu (kain penutup). Mereka membuat api dengan cara memantik batu api dan menangkap kembang apinya dengan bulu enau, diperoleh dari Gunung Lilu. Setelah berhubungan dengan masyarakat lain mereka mulai membuat rumah dari pohon bambu dan diberi atap ilalang, daun enau atau akadiru (lontar). Mata pencaharian mereka mulai berkembang menjadi perladangan dan pemeliharaan ternak, dan yang dekat dengan pantai menangkap ikan dengan tombak dan panah.
Kesatuan keluarga inti membuat rumah tangga sendiri dengan mendirikan rumah kecil yang disebut uma kaen. Namun banyak juga yang lebih suka tinggal serumah dengan kelompok keluarga batih asalnya sehingga terbentuk keluarga batih. Rumah itu sendiri mereka sebut uma naruk. Pola perkampungannya ditandai oleh perumahan yang menyebar tak beraturan.
Keluarga inti disebut kaen yang dipimpin oleh seorang ama (ayah) sebagai kepala keluarga. Suami berperan banyak dalam kegiatan membuka ladang, menangkap ikan, menyadap nira, mengambil bambu dari hutan dan mengurus ternak besar (sapi, kerbau, kuda). Isteri berperan dalam rumah tangga, mengurus ladang waktu menyemai dan memanen serta memelihara ternak kecil (kambing, babi, dan ayam). Masyarakat ini menganut prinsip kekerabatan yang bilateral sifatnya.
Namun keluarga luas virilokal mudah terbentuk karena mereka cenderung mengelompok di lingkungan pemukiman pihak lelaki. Gabungan dari beberapa keluarga inti dari orang yang bersaudara kandung disebut kaen waki. Dalam kegiatan sosial religi tertentu kelompok kekerabatan bilateral ini bekerja sama membentuk kesatuan sosial yang disebut maluk. Kelompok kekerabatan yang lebih besar lagi mereka sebut knua, yaitu kerabat bilateral yang sama-sama berasal dari satu nenek moyang yang sama, semacam keluarga besar ambilineal.
Dalam peristiwa perkawinan pihak lelaki harus membayar barlaki (mas kawin). Namun kedua belah pihak wajib pula saling tukar mamatun, yaitu semacam hadiah sebagai simbol pengikat hubungan kekerabatan. Kelompok-kelompok kekerabatan itu masing-masing dipimpin oleh seorang huhun lidun. Namun secara adat mereka dipimpin oleh seorang ketua suku yang disebut katuas.
Dalam kepemimpinannya katuas dibantu oleh dewan penasehat yang disebut ambaba dan ia perlu mempertimbangkan usul-usul para huhun lidun yang mempunyai peranan langsung dalam kelompoknya. Masyarakat Ilimano secara adat tunduk kepada kepemimpinan Liurai III yang berkedudukan di Laklo. Dalam kehidupan keagamaan aslinya orang Ilimano memiliki para pemimpin upacara yang disebut obun.
Keluarga inti disebut kaen yang dipimpin oleh seorang ama (ayah) sebagai kepala keluarga. Suami berperan banyak dalam kegiatan membuka ladang, menangkap ikan, menyadap nira, mengambil bambu dari hutan dan mengurus ternak besar (sapi, kerbau, kuda). Isteri berperan dalam rumah tangga, mengurus ladang waktu menyemai dan memanen serta memelihara ternak kecil (kambing, babi, dan ayam). Masyarakat ini menganut prinsip kekerabatan yang bilateral sifatnya.
Namun keluarga luas virilokal mudah terbentuk karena mereka cenderung mengelompok di lingkungan pemukiman pihak lelaki. Gabungan dari beberapa keluarga inti dari orang yang bersaudara kandung disebut kaen waki. Dalam kegiatan sosial religi tertentu kelompok kekerabatan bilateral ini bekerja sama membentuk kesatuan sosial yang disebut maluk. Kelompok kekerabatan yang lebih besar lagi mereka sebut knua, yaitu kerabat bilateral yang sama-sama berasal dari satu nenek moyang yang sama, semacam keluarga besar ambilineal.
Dalam peristiwa perkawinan pihak lelaki harus membayar barlaki (mas kawin). Namun kedua belah pihak wajib pula saling tukar mamatun, yaitu semacam hadiah sebagai simbol pengikat hubungan kekerabatan. Kelompok-kelompok kekerabatan itu masing-masing dipimpin oleh seorang huhun lidun. Namun secara adat mereka dipimpin oleh seorang ketua suku yang disebut katuas.
Dalam kepemimpinannya katuas dibantu oleh dewan penasehat yang disebut ambaba dan ia perlu mempertimbangkan usul-usul para huhun lidun yang mempunyai peranan langsung dalam kelompoknya. Masyarakat Ilimano secara adat tunduk kepada kepemimpinan Liurai III yang berkedudukan di Laklo. Dalam kehidupan keagamaan aslinya orang Ilimano memiliki para pemimpin upacara yang disebut obun.
Agama Dan Kepercayaan Suku Ilimano
Agama asli orang Ilimano berorientasi kepada pemujaan roh demi terwujudnya kesejahteraan hidup. Roh-roh dan segala sesuatu yang dianggap mempunyai kekuatan adikodrati dipandang sakral dan disebut lulik. Sedangkan lulik yang utama adalah maromak, yaitu tokoh adikodrati yang memimpin roh-roh orang yang sudah mati dan makhluk-makhluk halus yang disebut raenaen. Orang Ilimano hanya bisa menghubungi para lulik itu dengan perantaraan obun. Upacara-upacara yang diadakan untuk memuja lulik antara lain upacara Uma Lulik, yaitu membangun rumah lulik baru, upacara Hatakarai (papen jagung), dan upacara Lalatahaba (meminta hujan).Orang Ilimano percaya bahwa setiap manusia mempunyai jiwa yang disebut bian. Jiwa yang pergi dari tubuh ketika orang mati disebut klamar, sedangkan orang yang sudah mati disebut matebian. Setelah seseorang mati maka klamarnya akan pergi ke dunia arwah yang disebut tutuna, yaitu suatu tempat yang terletak di puncak gunung yang paling tinggi. Selain obun sebagai syaman, perantara dengan roh, ada pula tokoh yang khusus mengobati penyakit karena gangguan roh. Tokoh ini disebut babaraen. Sebaliknya ada pula orang yang memiliki ilmu sihir untuk mengganggu orang. Tokoh ini disebut buan. Saat ini banyak juga orang Ilimano yang telah beragama Sarani, yaitu agama Katolik yang biasa mereka sebut
0 Komentar untuk "Sejarah Suku Ilimano Di Timor Leste"